Skip to content

PROJECT MANAGEMENT

13 April 2011

PROJECT MANAGEMENT

A Management Approach (Seventh Edition)

(Jack R. Meredith and Samuel J. Mantel, Jr.)

Okay, just like I had promised two weeks ago (sorry guys :p), I would like to review one of my university subject’s text book. It’s one of my core subjects from my Master degree. I hope you could find it useful, even though I will only review just a bit to give you slight description about this book.

Generally this book refers to PMBOK (Project Management Book of Knowledge). So, if you familiar with PMBOK, you’ll find this book a little bit similar. More like exercise book of PMBOK I think. PMBOK is one of worldwide reference for Project Management standard. For more details about PMBOK and others standards, I hope I can write it sometime. Ehehehe..

The outline of this book is based on the project phases. It is:

1. Project Initiation

In this phase you’ll find out about everything you need to initiate the project. From the management strategic, select the project, decide the project and organizational structure to how to negotiate and manage conflict inside the organization. You’ll also learn about what is the role and responsibilities of the Project Manager.

This phase is crucial before you decide to put a project in place. Without having knowledge about this place, you’ll have project without soul of the project management. There is a chance you’ll have many project changes in your way of project if you do not fully understand this phase. With those changes, it will become obstacles for your project objectives.

2. Project Planning

Some wise ever told me, if you fail to plan than you plan to fail. This metaphor describes how urgent the planning is. You can never execute best project without having mature planning.

The book has deep description of how to plan the project. It is include activity planning, budgeting and cost estimation, scheduling and resources leveling. These tools are very essential to develop good project plan. The phrase “good” is defined as well balance project plan that meet project objectives and requirements

3. Project Execution

Now we go through the execution. Without this phase, there will be no project. For this phase the book descibe about how to monitor, control, audit and terminate the project. The point is how to manage the project from the beginning of execution until the project finish (either terminated or end of the work scope). You’ll find many useful method and technique so the project can run as schedule or even to effectively crash schedule (as consequences it will increase the cost) to meet the planned schedule.

=================================================================

The best thing from this book is it provides actual case that related to each chapter. You can learn from others experiences through this book. It also provides many exercises so we can understand what the chapter is about. This book is also recommended for anyone who wants to take the PMI certification.

 

Project Android (1)

13 March 2011

Here is my first Android phone. It is LG P500 a.k.a LG Optimus One. LG, everyone could be just remind the brand for home appliance. But based on my litle research, it is one of the best value android phone available at the market right now. That is one of my reason bought this phone (besides my low budget, ehehehe).

Enough for the chit chat, this is just my little project to pimp my android home screen. Because my Optimus one use new software (v10e), I hardly find simple root software (such as: z4root). So, this project just a little weekend project.

Here is my home screen:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tools I used:

  • LauncherPro Plus
  • Desktop Visualisizer (Star Wars Edition)
  • Switch Pro

Next target 4 improvement:

  • Widget Locker
  • Cooler Wallpaper

 

First Thing First

2 March 2011

Just want to remind myself with my own milestones:

  • First work interview                     : 27 December 2010
  • First medical check up                 : 11 February 2011
  • First work day                                 : 14 February 2011 @ P*E ONWJ, FE&C Department
  • First holy day                                  : 15 February 2011,
  • First flexy day                                 : 18 February 2011
  • First presentation                          : 16 February 2011 @ F building for contract strategy
  • First Access Card                          : 22 February 2011
  • First meeting @ contractor     : 17 February 2011 @ Singg*r M*lia
  • First meeting @ hotel                 : 28 February 2011 @ Gr*nd K*mang
  • First (1/2) payroll                        : 1 March 2011

I’ll update with the other first thing on my work life

 

Gelasku Kegedean

1 March 2011

“Sh*t, kegedeaaaaaaan…!!”

Begitu teriak saya saat berusaha memasukkan gelas ke tempat penyeduh kopi, milo, dll.

Jadi, dikantor itu ada semacam alat penjual minum otomatis yg banyak kita jumpai di mini market waralaba berlingkaran merah. Tentunya yg ini bukan jualan yah. Di kantor gituh. Ngehehe..

Ga jadi deh minum susu & kopi gretongan.. Ganti gelas besokan lagi deh..

Nah, biar g berkesan ni tulisan cuma sombong-sombongan fasilitas doang, sy juga jadi pengen nulis yang kebtulan kepikiran berhubungan sm saya yg baru saja memasuki dunia kerja (dan lagi2 berasa sombong :p)

Umumny, lulusan-lulusan PT yg siap terjun ke dunia kerja dibekali banyak sekali ilmu dari PTnya masing-masing. Jadi scope yg ada di kepala kita bener-bener gede untuk masuk ke dunia kerja. Realitasnya, mungkin hanya seuprit yg bener-bener kita pake yg berasal dari bangku kuliah.

Jadi buat apa dong kita kuliah lama2? Bingung kn? Saya juga bingung.

Cm menurut ke-sotoy-an saya, yg lebih dibutuhkan adalah proses analisis masalah dan kerangka berfikir. Dan kedua hal itu yg dibentuk dibangku kuliah. Kita dibiasakan menemukan dan memecahkan masalah-masalah, walaupun itu  umumnya konservatif. But i think thats’s the point. Kemampuan yg sebenarnya bisa kita peroleh tanpa duduk di bangku kuliah, namun memerlukan pengalaman yg jauh lebih lama. Kenapa? Karena klo kuliah, kita dipaksa, sedangkan cari pengalaman sendiri, tentu tergantung mood orangnya sendiri.

Enaough for that, jadi kembali ke gelas saya yg kegedean tadi. Jadi saat kita mau masuk kedunia real untuk cari nafkah (analogi ngambil kopi dari mesin penjual kopi otomatis – rada maksa – ), kita sudah dibentuk oleh bangku kuliah jadi gelas yg siap nerima, tp sayangnya gelas kita kegedean dan ga masuk sama ekspektasi kita terhadap dunia kerja. Jadi, be crative dengan mengecilkan ukuran gelas kita dan siap menerima kopi yg nikmat dipagi hari. Jangan menyesal dengan proses pembentukan gelas yg besar itu, karena dengan proses itu kita jadi gelas yang ngga bocor-bocor.

Jadi, itulah racauan sy pagi ini.. Dikantor.. Wae..

Kembali ditinggal supervisor

(tugas dr supervisor dh selesai sih :p)

 

Habis galau terbitlah bingung

25 February 2011

Setelah masa galau, gundah gulana dan lain sebagainya (ekspresi ketidak tenangan hati) yang berbuah malas dalam setiap segi kehidupan, akhirnya sy dapet kerjaan. Yeiy..!!

Mungkin itu bukan hal yg perlu juga sih (ekspresinya, bukan kerjanya). Toh saya pun baru pulang dari studi saya 2 bulan saja. Itu pun sy belum diwisuda. Jadi, klo diitung dari wisuda, sebenernya sih udah gawe sebelum lulus. Ehehehe.. Tp yg penting gelarnya sudah dikasih (status: awarded), tinggal nunggu ijasahnya ajah. Mungkin lain halnya klo sy baru lulus S1. Waktu sy lanjut studi dulu pun, dari Oktober sampai Februari masih santai2 ajah.. Ahahaha.. Tp sekarang kondisinya beda. Kawan2 sudah bekerja, jarang temen yg bisa diajak maen pas wisday. Jadi, paling kerjaan nganter2 adik sm mamah aja. Statis. Bosen. Rasany pengen segera nyusul mereka. Paling ngga g harus mikirin lagi hari2 tanpa ada yg bisa dikerjain di rumah.

Sekarang sy bekerja di BUMN (iya gituh?) yg identik sama kalimat “pasti pas”. Semua pasti tau. Tapi bukan, saya bukan jadi petugas POM bensinnya. Sy juga ngantor g pake baju merah2. Cm satu induk aja, lebih taptnya sy di unit usaha yg berhubungan sm industri hulu, bukan hilir kaya si mas2 atau mba2 merah2 itu.  Barengan sama Ferdian Rahim, juga segedung sama Achmad Syaiful. Walaupun gajinya g segede Ferdian atau statusnya permanen kaya Achmad Syaiful. Tp Alhamdulillah masih dapet gawean.

Mayan ada temen berdua itu, soalnya selantai sepertinya (entah sy yg kurang gaul, atau memeng itu kondisinya) kurang anak mudanya. Jadi ya, cm bisa ikut dengerin mereka ngomongin anak atau bahaya-bahaya penyakit deh. Kerjaanny sendiri mayan ribet, karena hampir bener2 ilmu baru. Untung supervisornya baik. Jadi semua pasti dikasih tau. Makasih Bu.. Walaupun sy kerjaannya rada2 kacau, maklum fresh, belum punya pengalaman kerja. Ehehe..

OK deh, paling segitu gambaran umum apa yg lagi sibuk dikerjain. Mungkin postal lanjut bisa lebih spesifik (kaya badge yg badu dpt setelah seminggu, itupun temporary atau kondisi kostan yg g ada ventilasi)..

C u soon..

~ditulis dikantor pas lg g ada gawe gara2 ditinggal supervisor~

ps: nyombong dulu aaaaahhh..

Awalan (lagi)

25 February 2011

Cek.. Cek..

Doo-oh harus beres2 lapak nih, ditinggalin berbulan2 tak bertuan..

Yg punya lapak malah jalan2 & ngerusuh di lapak orang (Aryansah, Ayukireina, Achmad Syaiful). Emang yah, seperti olah raga ataupun politik. Lebih seru jadi komentator daripada pelakunya.. Ehehehehe..

Mohon maaf buat pembaca setia blog sy (kurang lebih satu orang saja, ehehe), semoga sy lebih rajin nge-post lagi. Maklum, kemaren2 setelah stress ujian lanjut ke syndrom nganggur pasca kuliah. Not productive, at all..

Salam

sumber gambar:  http://djodiismanto.blogspot.com/2008_06_01_archive.html

Kabisa Basa

29 October 2010

Bahasa gaulnya mah Language Proficiency. Ini hal yang lumrah kita temui pas mau bikin CV atau ngelamar pekerjaan. Banyak yang mengisi pertanyaan ini dengan jawaban “fluent” atau “excellent”. Tapi kadang saya agak merasa aneh dengan jawaban itu (walaupun Cv sy juga masih begitu, ehehehe). Rasa-rasanya jawaban tersebut tidak menggambarkan kondisi real kepandaian berbahasa seseorang karena parameter “fluent” atau “excellent” itu sendiri bias dan jatuhnya menjadi subjektif.

Terdorong dengan perasaan seperti itu, iseng2 sy bikin tingkatan yg sepertinya bisa lebih menggambarkan secara objetif dan mudah di-assess ke diri kita sendiri. Tentunya kita jadi lebih tau batasan kemapuan diri kita sendiri. Cekidot.

Tingkatan dari paling rendah ke paling tinggi (versi gw):

  • Bisa hidup

Dalam tingkat ini kita cukup punya beberapa vocab dasar berbahasa. Cukup tau orang ngomong apa dan cukup meyampaikan kebutuhan kita dengan bahasa tarzan. Lupakan vocab njelimet yg super ribet, apalagi tenses. Aman dunia. (keterangan tambahan, definisi hidup ini makan, bok*r, tidur)

  • Bisa sosialisasi

Nah, agak lebih tinggi dikit kita bisa ngobrol sambil ngerti apa yg diomingin orang dan bias kasih feedback dikit-dikit. Cukup modal vocab percakapan sehari-hari dan tenses dasar banget. Bahasa Tarzan masih membantu. Orang ngobrol yg penting g bikin lawan bicara ngga salah pengertian dan jadi digebukin massa.

  • Bisa kuliah

Naek dikit, diposisi ini kita perlu kemampuan mendengar dan menbaca dengan baik. Kuliah kn tujuannya cari ilmu, dan ilmu tentunya dapet dari kuliah dosen (makanya perlu kemampuan mendengar) dan dari text book (makanya perlu kemampuan membaca). Tingkatannya lebih tinggi karena kitu perlu agak ber-skill dalam grammar. Toh sudah tingkat akademisi, bahasa tarzan agak kurang applicable.

  • Bisa bikin paper

Klo yg ini lebih focus dalam kemampuan menulis. Kemampuan sebelumnya tentu harus dilewati dulu, toh buat bisa nulis paper, harus ada ilmunya dulu. Bikin paper berarti kita udah bisa pake terminology bahasa yg spesifik dan grammar yg beragam. Klo grammarnya monoton, mungkin bisa jadi cerpen.

  • Bisa debat

Kabisa ini fokusnya sama skill bicara. Tapi bukan asal bicara kaya tingkatan “bisa sosialisasi” apalagi “bisa hidup”. Debat means kita harus bisa menangkap dan mengolah apa yg diomongin lawan dengan proses yg sangat cepat sampai kita menyampaikan pikiran kita dengan bahasa benar, tepat sasaran, juga nyambung. Klo belum sampai tahap ini, paling banter cm gagap dan ngulang-ngulang apa yg diomongin. Sukur2 klo ngga pingsan didepan audience.

  • Bisa ngelawak (tingkat aman klo mau cari pacar native speaker)

Percaya atau tidak, ini tingkat kabisa yg paling tinggi (yg mungkin dimiliki oleh non-native speaker) menurut saya. Kenapa? Karena dalam ngelawak kita perlu benar2 mengerti intisari suatu bahasa. Klo bukan native umumnya cuman ngerti2 dikit tapi ngga bisa bikin joke. Paling banter ngulang yg pernah dia denger. Bahasa menurut sy sesuatu yg kompleks untuk dipelajari sampai mendalam karena bahasa berevolusi beriringan dengan budaya manusia. Tentunya buat bisa bikin lawakan, kita perlu tahu dulu budaya dalam bahasanya itu sendiri. Tentunya lawakan yg dimaksud bukan lawakan slapstick ala Charlie Chaplin or Warkop DKI.

================================================================================

Peringatan..!!

Tulisan ini dibuat secara iseng dalam rangka mengisi waktu yg harusnya digunakan buat bikin dua buah tugas essay akhir tahun. Isi tulisan ini murni hasil pikiran sendiri yg berdasar dari sedikit pengalaman hidup di negeri orang, cuma iseng jangan dianggap serius.

Organisasi Part 2 (Organization Value)

20 October 2010

lanjooot..

Organization Value

Setelah organisasi semi-otonom yg menginang ke organisasi lainnya ini punya jaminan keberlangsungan hidup, barulah kita bisa memikirkan permasalahan-permasalahan berikutnya. As organisasi semi-otonom sangat lumrah terjadi tarik menarik sumber daya dengan organisasi induk. Umumnya yg mempunyai nilai jual terhadap anggota tentu si organisasi induk. Tapi, organisasi semi-otonom yg menginduk ke organisasi lainnya mempunyai karakteristik yg unik dan cukup berbeda dari pada organisasi induk. Hal ini yg sebisa mungkin dijadikan “jualan” terhadap calon anggota.

Untuk bisa membuat “jualan” kita berhasil tentu kita harus tau target market dari “jualan” kita dan karakteristiknya. Disini saya tidak akan membahas detil secara teknis, tapi hanya berupa pendekatan-pendekatan yg bisa organisasi lakukan.

Let’s see sedikit teori biar “jualan” kita efectif dan tepat sasaran. First, gimana kita bisa ngeliat apa yg bisa memotivasi orang-orang untuk bisa melirik organisasi diluar indukannya ini.

“Need” merupakan aspek yg datang dari internal masing-masing individu dan “insentives” datang dari luar individunya. Kedua elemen ini yg menjadi penggerak utama motivasi seseorang ingin berbuat sesuatu. So, untuk memastikan “jualan” kita “eye catching”, dua elemen ini yg perlu kita perhatikan dulu. Apa kebutuhan orang yg bisa dipenuhi oleh organisasi dan apa yg bisa organisasi berikan kepada mereka.

Ada beberapa teroi yg bisa kita terapkan untuk menganalisis kondisi organisasi dan anggota (termasuk calon anggota) sehingga sistem yg dihasilkan bisa memenuhi kebutuhan organisasi.

1. Teori Kebutuhan Maslow

Teori ini adalah teori yg paling populer untuk menetukan motivasi seseorang berdasarkan kebutuhannya. Dipopulerkan tahun 1940-1950an oleh Abraham Maslow, teori ini melandaskan kebutuhan individu berupa sebuah hierarki. Berikut ilustrasinya.

Secara umum, penjelasannya adalah setiap individu yg kebutuhannya telah mencapai level tertentu tidak akan temotivasi oleh kebutuhan-kebutuhan dibawahnya. Contoh: orang yg kebutuhan sosialnya sudah terpenuhi (misal: merasa cukup banyak teman, kerabat, kolega etc), tidak akan termotivasi oleh kebutuhan fisik (misal: untuk makan, tidur) karena secara naluriah, manusia sebelum mencapai kebutuhan diatasnya dia akan memenuhi kebutuhan dibawahnya dulu.

Jadi dalam kasus organisasi, cari banyak teman atau networking bukan “jualan” yang pas untuk anak-anak jaman sekarang yg emang gaul dan bisa bikin networkin sendiri. Tapi kepercayaan diri nyantumin pengalaman riset atau menulis di majalah yg scopenya nasional di cv atau resume bisa jadi lebih “menjual” dan memotivasi orang untuk berkontribusi lebih. Tapi ini masih contoh juga. Perlu ada analisis yg lebih mendalam mengenai kondisi ini.

2. Teori X-Y

Dicetuskan oleh Douglas Mc Gregor, pada dasarnya asumsi membagi orang menjadi dua tipe. Pertama adalah orang yg cenderung “negatif” dan lainnya cenderung “positif”. Berikut ilustrasi singkatnya.

Teori X

  • Orang pada dasarnya tidak suka bekerja dan meghindarinya kalau perlu
  • Oleh karena itu, orang yg bekerja dengan kita harus dikontrol secara ketat dan diberi ancaman hukuman untuk memastikan mereka mengerjakan apa yg kita mau
  • Secara umum, orang lebih memilih untuk diarahkan dan cenderung menghindari tanggung jawab. Keamanan dalam pekerjaan adalah hal utama.

Teori Y

  • Umumnya manusia ingin bekerja
  • Untuk kondisi tertentu, pekerjaan dapat menjadi memuaskan jika dikerjakan dengan suka rela
  • Supervisi secara ketat dan ancamam hukuman bukan cara yang tepat mengarahkan orang
  • Rewards dapat membantu memunculkan komitmen. Yang sangat berpengaruh terutama pemuasan kebutuhan ego dan self-actualization
  • Dalam kondisi tertentu orang mencari kewajiban dalam pekerjaan untuk memenuhi kebutuhannya
  • Umumnya manusia memiliki kemampuan yg tinggi dalam berkreasi dan berimajinasi, namun kondisi dalam supervise seringkali menghambatnya.

Berhubungan dengan teori ini, kita perlu menganalisa, type manakah anggota organisasi kita? Dengan mengetahui tipe secara umum, kita bisa melakukan pendekatan yg tepat juga untuk mem”boost” produktifitasnya.

3. Teori Lainnya

Masih banyak lagi teori yang berkaitan dengan motivasi. Tapi mungkin untuk kasus yg saya bahas, cukup dua ini yg bisa jadi acuan. Tapi saya lampirkan beberapa gambaran teori yg lain juga (lebih cocok buat dunia professional sebenernya), klo ada yg mau tau lebih lanjut bisa kontak saya aja langsung via e-mail. Dijawab sebisanya. Ehehehe.

Makasih sudah membaca sampe jauh tulisan yg panjang dan ribet ini. Maaf klo redaksinya masih kacau, diksinya njelimet dan bahasanya ngalor ngidul. Ehehehehe. Cuma pengen share.

Sumber: Human Resources Management Course, UNSW

p.s: sebenernya ada halaman webny, tapi ngga bisa dimasukin klo bukan murid kelasnya. ehehhehe. klo butuh soft copy, bisa imel aj. tapi pembukanya Mars HMS dulu :p


Organisasi Part 1 (Organization Performance)

20 October 2010

Ffiuhh.. Akhirnya beres juga tulisan ini setelah more than two weeks disusun disela tugas kuliah. Maaf buat Mas Chan, sy dh molor2in waktu.. =p Klo tugas kuliah, udah ilang mark nih saya. Ehehehehe..

Latar belakang penulisan ini bermula dari sebuah imel dari milis yg saya ikuti yg mengomentari kebijakan oragnisasi tempat sy bernaung saat saya masih muda (sekarang rada tua sedikit) diikuti dengan request mantan ketua oragnisasi yg berbeda namun masih dibawah naungan organisasi besar yang sama (yang juga saya pernah bernaung didalamnya). Selidik punya selidik, ternyata (menururt pemahaman saya) ada kesamaan permasalahan dalam organisasi yg berembel-embel semi otonom ini. Jadilah saya berniat sedikit mencurahkan pemikiran dangkal saya ditambah sedikit ilmu yg pernah saya pelajari waktu kuliah.

Pertama-tama yg perlu kita tahu dahulu tentu, apa itu organisasi semi-otonom. Based on Wikipedia “Autonomy is a concept found in moral, political, and bioethical philosophy. Within these contexts, it refers to the capacity of a rational individual to make an informed, un-coerced decision. In moral and political philosophy, autonomy is often used as the basis for determining moral responsibility for one’s actions” (Wikipedia, 2010) Jadi secara kasar otonomi adalah kemampuan secara individu (dalam hal organisasi berarti secara mandiri) untuk menentukan arahnya sendiri tanpa paksaan dari pihak manapun. Dan “semi” diartikan sebagian, dengan maksud tidak sepenuhnya menggunakan konsep sebelumnya (yaitu otonomi).

Dalam konteks organisasi tempat sy pernah berkegiatan ini, organisasi semi-otonom berafiliasi dengan organisasi induknya. Dalam pengalaman saya (CMIIW), organisasi ini memiliki kewenangannya sendiri namun tidak ada ikatan ataupun suatu acuan berkegiatan sendiri (dalam hal ini berupa AD/ARD), tapi mengacu kepada organisasi induk. Dengan kondisi seperti ini setidaknya ada beberapa permasalah yg kerap kali muncul, yaitu:

  • Konsistensi berkegiatan (bisa dibilang sustainability)
  • Demand resources terhadap organisasi utama yg lebih tinggi dibanding organisasi semi-otonom ini

Mari bahas satu persatu permasalahan ini dari kacamata awan dan sok tahu ini. Ehehehe.

Organization Performance

Dalam setiap oragnisasi pasti punya stakeholders. Khusus di kasus ini ada tiga, yaitu alumni, pengurus dan anggota. Each of them punya proporsinya masing2. Disini saya coba memposisikan setiap stakeholders ini.

Sebagai alumni, tentunya orang dalam kategori ini pernah menjadi pengurus atau minimal anggota. Dan tentunya melewati fase-fase pembentukan organisasi. Sifat stakeholder dalam posisi ini adalah sebgai golongan yg punya power. Power apa? Power to get people to do things. Karena umumnya sudah berpengalaman dan tentu tau apa yg harus dilakukan dengan berbagai kondisi yg pernah dihadapi. Namun kelompok ini sama sekali tidak punya authority. Authority yg dimaksud adalah rights to get people to do things. Why? Karena pada dasarnya kelompok ini sudah tidak memiliki kepentingan structural terhadap organisasi.

Pengurus dan anggota. Sebagai orang-orang yang terlibat secara structural didalam organisasi, kelompok ini yg memiliki authority di organisasi. Namun sering kali kelompok ini lack of power. Why? Bisa karena pengalaman, bingung apa yg mau dilakukan, or bingung mulai dari mana.

Permasalahan umumnya muncul ketika eks-pengurus menjadi alumni dan merasa apa yg sudah dikerjakan menjadi kembali ke titik nol karena kepengurusan baru tidak melanjutkan apa yang sudah dirintis sejak para alumni tersebut menjadi pengurus atau anggota. Ibaratnya, setiap sesi kepengurusan berputar-putar dihal yang sama. I.e. pendanaan, koneksi, dll. Sistem yg ada tidak menunjang sustainability organisasi itu sendiri. Kenapa? Karena kekuasaan dari organisasi induk untuk bisa menentukan bentuk organisasi semi-otonom saat kepengurusan mereka (kasarnya sih diobok-obok mau jadi organisasi apa dia, semi otonom dibawah departemen, jadi biro, etc). Tidak adanya kekuatan hukum yg bisa menjadi pedoman pengembangan organisasi ini lah yg akibatnya organisasi semi-otonom kembali berkutat dipermasalahan yg sama setiap kepengurusannya. Dan menjadi oragnisasi zombie yg bisa hidup dan mati kapan saja. Mengingat organisasi ini mengalir sangat cepat (hanay 1 tahun kepengurusan), tentunya sangat sulit untuk melaksanakan program jangka panjang tanpa pegangan yg tidak mudah digonta-ganti per-periode.

Jadi secara system, perlu adanya kepastian dalam berorganisasi agar organisasi semi-otonom ini bisa menjadi lebih sustain dan kontinyu sebelum berangkat ke masalah teknis. Entah itu berupa memasukkan elemen ini ke AD-ART oraganisasi induk, Maupun bikin AD/ART sendiri (munkin ngga ya?). Secara pribadi, akan lebih baik jika salah satu periode dikorbankan untuk membuat system yg sustain untuk keberlangsungan organisasi kedepannya daripada membuat program2 hebat di periode tersebut dan periode berikitnya pengurus yg baru menemui kendala yg sama.

Lalu berlanjut ke hubungan antar stake holders with their responsibilities and capabilities. Let’s see this diagram:

Dari diagram diatas, terlihat bahwa sinergi antara powerlah yg manejadi kekuatan dari organisasi. Both alumni dan pengurus (dengan berbagai kelebihannya) menjadi aset untuk memajukan organisasi. Alumsi sebagai elemen yg punya power lebih dan pengurus yg  punya authority lebih. Tapi seperti yg saya bilang sebelumnya, organisasi ini harus punya system yg menunjang hal ini bisa terlaksana secara kontinyu.

to be continued

Sumber: Human Resources Management Course, UNSW

What I like best..

16 September 2010

When you wake up in the morning and need to fresh you up,

just go out for a minute and you’ll can always see..

When you feel tired of your routine,

just take a walk and you’ll can alway enjoy..

When you shop to the supermarket and get $11.27 for your groceries,

you’ll get $11.25 for your rounding,

and if the cashier didn’t have 5 cent for your change,

you’ll get 80 cent instead of 70 cent,

and still get warm greeting even it’s the end of the shift..

===========================================================

There are many good thing that you can learn and experience here,

but I’ll always miss my home,

where my family awaits,

where my friends just keep talking about their crush..

===========================================================

Wrote when I still have obligation to collect my essay asignment,

and still need 800 more words to do,

and haunted by unintentional plagiarism..